Berdasarkan
Statistik Utang Luar Negeri Indonesia Vol: VII November 2016, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir
triwulan III 2016 tercatat sebesar USD325,3 miliar atau tumbuh 7,8% (yoy).
Berdasarkan jangka waktu asal, ULN jangka panjang tumbuh 8,7% (yoy), sementara
ULN jangka pendek tumbuh 1,8% (yoy). Menurut sektor ekonomi, posisi ULN swasta pada
akhir triwulan III 2016 terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan,
pertambangan, serta listrik, gas dan air bersih. Pangsa ULN keempat sektor
tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 76,6%.
Utang Luar Negeri Indonesia untuk
Pembangunan Infrastukrur
Pemerintah
beranggapan bertambahnya Utang Luar Negeri untuk pembangunan infrastruktur,
sebagaimana pernyataan Ekonom Kenta Institute Eric Sugandi bahwa, ULN sektor
publik dari pemerintah berpotensi meningkat karena ada kebutuhan pembangunan
infrastruktur. ’’Utang pemerintah mungkin bisa naik karena pinjaman jangka
panjang untuk proyek-proyek pembangunan. (indopos.co.id, 21/11/2016).
Pemerintah
pun kian kencang menggenjot pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan sarana
pariwisata melalui pinjaman utang. Sebagaimana pembangunan tiga kawasan
pariwisata prioritas, yakni Danau Toba di Sumatera Utara, Borobudur di Jawa
Tengah, dan Mandalika di Nusa Tenggara Barat, pemerintah menggunakan dana
US$300 juta atau setara Rp3,9 triliun dari utang Bank Dunia.
Kepala
Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) Rido Mathari Ichwan mengatakan, dana pinjaman tersebut
untuk pengembangan infrastruktur di tiga destinasi tersebut.
Bank
Dunia sudah bisa mengucurkan pinjaman US$200 juta. Sedangkan sisanya, US$100
juta akan segera menyusul kemudian. "Dana US$6 juta akan langsung
digunakan untuk menyusun rencana induk di tiga kawasan tersebut," kata
Rido. (Katadata.co.id, 28/10/2016).
Demi Kepentingan Kapitalis
Menurut
Pengamat Ekonomi Arim Nasim semakin bertambah utang luar negeri berarti
menambah beban APBN. “Bertambahnya utang berarti bertambahnya beban APBN untuk
membayar utang baik pokok maupun bunganya,” ujar Arim.
Seperti
lingkaran setan, beber Arim, salah satu penyebab utang naik adalah untuk
menutupi defisit APBN baik yang sudah ditetapkan sebelumnya dalam APBN ataupun
disebabkan kegagalan pemerintah dalam mencapai target penerimaan pajak sehingga
defisit semakin tinggi dan ditutupi dengan penambahan utang.
Meski
pemerintah berdalih bertambahnya utang untuk pembangunan infrastukrur,
tapi Arim menilai pembanguna infrastruktur tersebut bukan untuk kepentingan
rakyat. “Tapi hanya untuk kepentingan para kapitalis, contoh: kereta api cepat
dibangun bukan untuk kepentingan rakyat!” tegasnya.
Maka,
jadilah rezim Jokowi seperti rezim-rezim sebelumnya. “Ini menunjukkan bahwa
Rezim Jokowi sama dengan rezim sebelumnya, gemar berutang untuk ‘membangun’
ekonomi Indonesia. Jadi rezim Jokowi sama dengan rezim sebelumnya bahkan lebih
kapitalis dibandingkan dengan rezim sebelumnya,” pungkas
Arim. (hizbut-tahrir.or.id, 24/5/2016).
Utang dalam Pandangan Syariah
Maliki
(2009:230) mengatakan bahwa “Terkait dengan individu-individu, hutang hukumnya
mubah, adapun tentang berhutangnya negera, maka itu tidak perlu dilakukan,
kecuali untuk perkara-perkara urgen dan jika ditangguhkan dikhawatirkan terjadi
kerusakan dan kebinasaan.”
Negara
boleh berhutang untuk memberikan nafkah kepada pihak yang wajib diberikan
nafkah, seperti kepada orang-orang fakir miskin, ibnu sabil dan jihad, para
tentara, dan gaji para pegawai negeri manakala di Baitul Mal tidak terdapat
harta dan dikhawatirkan terjadi kerusakan akibat penangguhan pemberiannya,
namun jika tidak dikhawatirkan terjadi kerusakan maka pemberiannya ditangguhkan
hingga harta terkumpul di Baitul Mal, baru setelah itu diberikan kepada mereka
yang berhak menerimanya. Selain itu negara juga boleh berhutang ketika terjadi
kejadian-kejadian-kejadian yang tiba-tiba seperti kelaparan, banjir, gempa bumi
atau serangan musuh.
Inilah
kejadian-kejadian yang menghendaki negara berhutang jika negara tidak mampu
menunaikan kewajibannya. Adapaun terkait kejadian-kejadian selainnya negara
tidak boleh berhutang. Misalnya, adanya proyek-proyek infrastruktur seperti
pembuatan jalan, pengeboran sumur, pembangunan sekolah, rumah sakit, dan yang
sejenisnya yang termasuk perkara-perkara infrastruktur.
Maka
telah jelas bahwa pemerintah salah langkah dalam menjalankan amanahnya mengurus
rakyat. Para kapitalis diperlakukan bak raja sedangkan rakyatnya ibarat buruh
di rumah sendiri. Sistem kapitalis terbukti gagal memberikan kesejahteraan bagi
Indonesia, justru membawa Indonesia ke lembah kemiskinan dan kesengsaraan. Hanya
dengan penerapan syariat Islam secara menyeluruh Indonesia akan sejahtera.
Wallahu’alam
[Irfan]