![]() |
Ilustrasi 'Umar bin 'Abdul 'Aziz |
BDG.NEWS. Bandung – Memperhatikan berbagai permasalahan di
Indonesia sejak proklamasi kemerdekaan yang diproklamirkan oleh bapak bangsa
Ir. Soekarno – Hatta, 71 tahun silam nampaknya belum bisa diatasi dengan baik. Demokrasi
yang menjadi andalan bangsa ini tampaknya hanya menambah puing-puing
penderitaan bagi rakyat Indonesia. Kemiskinan, kemelaratan, individualisme,
korupsi sampai pada penjajahan gaya baru disajikan kepada pribumi.
Masalah kemiskinan saja, Kepala Badan Pusat Statsistik (BPS),
Suryamin mengungkapkan, basis penduduk miskin di Indonesia pada bulan ketiga
ini sebesar 28,59 juta orang dengan prosentase 11,22 persen terhadap total
penduduk Indonesia. Menurutnya jumlah ini terjadi kenaikan 860 ribu orang
miskin disbanding realisasi jumlah penduduk miskin sebesar 27,73 juta di September
2014. (http://www.maschun.com/2015/09/bps-badan-pusat-statistik-kemiskinan-di.html)
Pada
bulan Maret 2015, BPS mencatat jumlah
penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah
Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,22 persen),
bertambah sebesar 0,86 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2014 yang
sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen). (http://bps.go.id/brs/view/1158/)
Berbeda dengan bulan Maret 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per
kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,01 juta
orang (10,86 persen), berkurang sebesar 0,50 juta orang dibandingkan dengan kondisi
September 2015 yang sebesar 28,51 juta orang (11,13 persen). (https://www.bps.go.id/brs/view/id/1229)
Melihat jumlah penduduk
miskin di Indonesia 2 tahun kebelakang, memang memprihatinkan, data
berkurangnya penduduk miskin sangat sedikit jika dibandingkan dengan
pertumbuhan kesejahteraan masyarakat.
Contohlah Negara Ini
Ketika 'Umar bin 'Abdul
'Aziz menjadi Khalifah (kepala negara Islam) yang tak lebih dari 2 tahun, banyak
kebijakan strategis yang dilakukan. Khususnya terkait dengan jaminan kebutuhan
dasar dan kesejahteraan masyarakat. Sumber Baitul Mal pada waktu itu, bukan
hanya zakat, tetapi juga jizyah, pajak, khumus
rikaz (seperlima harta temuan), ghanimah
(rampasan perang) dan kharaj. Semuanya
ini dikelola sedemikian, sehingga bisa didistribusikan kepada masyarakat,
termasuk subsidi langsung.
Khalifah 'Umar bin 'Abdul
'Aziz menginstruksikan kepada Wali Irak Abdul Hamid bin Abdurrahman,”bagikan
subsidi itu kepada rakyat. Abdul Hamid
pun membalas surat sang Khalifah,”saya
telah membagikan subsidi kepada mereka, tetapi harta di Baitul Mal masih berlimpah”.
Khalifah 'Umar bin 'Abdul 'Aziz pun menginstruksikan ,” kalau begitu periksalah orang-orang yang mempunyai utang dengan teliti,
hitung benar-benar agar tidak terlewat. Lalu, bayarlah utangnya”. Sang Wali pun menjawab surat Khalifah, “sesungguhnya,
saya juga telah membayar utang-utang mereka. Tetapi, harta di Baitul Mal masih
melimpah”. Maka sang khalifah pun menginstruksikan,”kalau begitu, carilah para pemuda dan pemudi yang tidak mempunyai
harta, dan ingin menikah. Nikahkanlah mereka, dan bayarlah maskawinnya”.
Abdul hamid pun membalas titah sang Khalifah,” saya pun telah menikahkan mereka, tetapi mempunyai harta di Baitul Mal
masih juga berlimpah”
Karena masih berlimpahnya
harta di Baitul Mal, maka Khalifah 'Umar bin 'Abdul 'Aziz menginstruksikan kembali
Walinya itu agar siapa saja yang mempunyai kewajiban membayar jizyah atau kharaj, tetapi mempunyai kesulitan, maka
berilah pinjaman sejumlah harta agar bisa mengelola tanahnya. Karena aku tidak
ingin mereka berlarut-larut dalam penderitaan dalam satu hingga dua tahun. Mereka
pun mendapatkan pinjaman modal dari Baitul Mal, sehingga tanah-tanah pertanian
mereka pun terkelola dengan baik. Pendapatan negara pun meningkat, seiring
dengan meningkatnya produktivitas masyarakat.
Kebijakan seperti ini
tidak pernah ada dalam sejarah peradaban manapun, kecuali peradaban Islam yang
agung dan mulia. Maka, wajar jika 'Umar bin 'Abdul 'Aziz dalam dua tahun saja bisa
memberantas kemiskinan, sehingga tidak ada lagi mustahiq zakat yang berhak
menerima zakat lagi, karena kerja keras dan keadilannya yang luar biasa. Begitulah
indahnya sistem Islam, jika diterapkan dengan baik dan sempurna. Hasilnya sungguh
luar biasa. (Adi Handarwanto)