Oleh: Tresna Dewi Kharisma S.I.Kom (Peminat Media, Alumni Fikom Unpad)
Seorang jurnalis senior sebuah surat kabar ternama di Jakarta pernah mengatakan bahwa seorang jurnalis seharusnya melepaskan identitas agama yang dianutnya ketika hendak menggali dan menulis sebuah berita, sehingga informasi yang disampaikan benar-benar fair, tanpa dipengaruhi oleh keyakinan yang ia miliki. Kalau perlu, mengabaikan iman mereka saat menulis.
Hal ini pulalah yang menjadi prinsip
sebagian besar para jurnalis—tak terkecuali jurnalis Muslim-- saat ini terutama
mereka yang berada dalam naungan media sekuler. Prinsip “fair dan netral” menjadi
dalih agar berita bisa objektif. Tak dipungkiri juga, masih ada juga jurnalis
Muslim yang sadar bahwa mereka tidak bisa melepaskan keyakinan yang mereka anut
sebagai konskuensi keimanannya dalam menjalankan profesinya ini walau jumlahnya
sedikit.
Lalu bagaimana jurnalis Muslim harus
menjalankan profesinya di tengah budaya kerja media yang sekuler? Pertama, jurnalis Muslim harus memiliki
orientasi yang jelas dalam hidup dan profesinya, sebagai jurnalis sepaket
dengan perannya sebagai Muslim. Dia tidak bisa melepaskan keimanannya dalam
melakukan aktivitas jurnalistiknya. Al Quran dan As Sunah dijadikan sebagai
standar aktivitasnya. Keyakinan yang
diabaikan dalam aktivitas jurnalistik merupakan bentuk adopsi jurnalisme
Barat yang sekuler dan liberal. Kedua,
berpihak pada kepentingan Islam dan kaum Muslimin. Jurnalis Muslim harus berupaya
untuk mengimbangi pemberitaan tendensius media
sekuler yang ujung-ujungnya memojokkan umat Islam dengan segala bentuk stigma
yang dilekatkan. Ketiga, seorang jurnalis yang beriman selalu dituntut untuk berpihak kepada
kebenaran karena menulis yg haq adalah
bagian dari dakwah. Keempat, mengadvokasi masyarakat dan melakukan counter opini jika terjadi upaya mem-framing fakta yang mendiskreditkan Islam,simbol dan pemikirannya. Di sinilah
seorang jurnalis dituntut untuk mencerahkan para pembacanya bukannya malah
mengaburkan atau bahkan mengikuti arus media yang tidak pro terhadap kaum
Muslimin.
Ruppert Murdoch, pengusaha media skala
internasional pernah menyatakan bahwa jika ingin menguasai dunia maka kuasailah
media. Pernyataannya ini bisa kita rasakan saat ini, di mana media-media mainstream dikuasai oleh kaum sekuler
sehingga mereka bisa menguasai kaum Muslimin dengan cara menyesatkan opini,
melekatkan stigma tertentu dan melakukan framing
dalam pemberitaan.
Tak dipungkiri, umat Islam kerap menjadi objek penderita. Bukan
sesekali umat Islam menjadi bulan-bulanan media sekuler dan selalu menjadi
korban penyesatan opini. Ketika pemberitaan media sekuler itu begitu dominan
dan terus-menerus disajikan secara tak berimbang, maka babak belur lah umat
ini, tanpa sebuah pembelaan.
Jurnalis Muslim melalui lisan dan penanya selayaknya melakukan
pembelaan bagi agama dan umat Islam , walau mungkin akan menghadapi berbagai
tantangan dan resiko. Inilah ‘perjuangan” kecil namun berarti yang bisa
dilakukan oleh para jurnalis Muslim.